Leatherboard 2

#BiennaleBatikJogja BATIK YANG MENDUNIA SEDANG BERMASALAH


#BiennaleBatikJogja BATIK YANG MENDUNIA SEDANG BERMASALAH

Pada tahun 2009, batik Indonesia dicatat sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO (Setiadi, 2013). Pengakuan UNESCO atas batik sebagai warisan dunia yang berasal dari Indonesia tidak permanen sifatnya. Status tersebut dapat berakhir jika kita, bangsa Indonesia, sebagai pewaris tradisi seni kriya batik, tidak mampu merawat keberadaannya dan menjaga kelestariannya (Pradito et. al., 2010). Ekspor  batik  Indonesia  ke  Amerika Serikat sudah berlangsung semenjak tahun 1999,   terutama   pasca   pengakuan   batik sebagai   warisan   kebudayaan   Indonesia. Amerika   Serikat,   sebagai   mitra   dagang pertama   terbesar   bagi   Indonesia,   telah memberikan   sumbangsih terbesar dalam hal   nilai   perdagangan   antara   Indonesia-Amerika  Serikat.  Besarnya  peran  Amerika Serikat   ini   dapat   digambarkan   sebagai “The   largest   institutional   epistemology through  which  the  academyin  the  United States has apprehended much of the world in the last 50 years (Appadurai cit. Ningsih, 2015)”.
Dengan  perkembangan  industri  batik  yang  sangat  pesat  secara  tidak  langsung  akan meningkatkan  potensi  pengembangan  industri  batik  Indonesia  untuk  mendukung  penciptaan nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja. Diharapkan  pasar batik akan terus meluas sehingga bisa meningkatkan devisa negara dan menggerakkan ekonomi rakyat. Pesaingan perkembangan industri batik tidak lepas dari tujuan pokok dalam meningkatkan daya saing produk.Walaupun  dianggap  sebagai  salah  satu  industri  yang  strategis  untuk  dikembangkan, Industri  batik  saat  ini  masih  menghadapi  beberapa  masalah  dan  juga  tantangan (Suhartini dan Yuliawati, 2014).
Berdasarkan hal di atas maka penulis berusaha memaparkan secara singkat masalah apa saja yang sedang dihadapi  industi batik Indonesia.


Fluktuasi
Naiknya posisi nilai tukar dolar terhadap rupiah yang masih berlangsung pada hari ini tampaknya lambat laun akan mempengaruhi proses pemasaran batik khas. Hal itu terjadi karena bahan baku pendukung pembuatan batik tampaknya akan segera mengalami kenaikan dan tentunya pengaruhnya cukup besar. Imbasnya tentunya pada harga produk batik yang nantinya juga akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Ketika harga batik  naik otomatis ini akan berpengaruh pada minat beli konsumen yang sewaktu-waktu bisa menurun (Anonim 2, 2015).

Inovasi produk
Keunggulan   bersaing   berkelanjutan     merupakan     nilai     yang  mampu  diciptakan  oleh perusahaan  untuk  konsumennya.    Secara    terus    menerus.  Keunggulan   bersaing   berkelanjutan   ini   dapat   dilihat   dari   ketepatan   perusahaan   dalam  menyediakan  produk  dipasar  dan  respon terhadap keluhan konsumen seperti kualitas   produk,   kebutuhan   konsumen,   pengusaan  pasar  baru  serta  adanya  inovasi  produk    secara    terus    menerus    (Aditya, 2004).
Inovasi merupakan hal yang utama. Abtik tulis takkan kalah dengan batik print atau impor, apabila engrajin mampu  menunjukkan ide-ide kreatifnya. Tak dapat dipungkiri bahawa mereka seakan berkejar-kejaran dengan industry massa, namun karakteristik unik yang hanya ditemui di batik tulislah yang menyebabkan harga tinggi (Prasetyo, 2010).         Inovasi dalam ragam motif, corak, serta warna, merupakan salah   satu   inovasi   yang   paling   penting   diterapkan   dalam industri  batik  yang  tergolong  produk  seni  dan  mengandung unsur  budaya  lokal  ini.  Inovasi  dalam  ragam  motif, corak, serta warna, menjadi sangat penting untuk meningkatkan daya saing  batik  dalam  perdagangan,  karena  yang  pertama kali diperhatikan  dan  memikat  konsumen  adalah  ragam  motif, corak, serta  warna   yang dimiliki oleh sehelai  kain  batik  yang memancarkan keindahan seninya (Yohanes dan Indriyani, 2013).
            Tak sedikit dari pengrajin kurang inovatif dan banyak meniru motif batik satu sama lain (Ernawati dan Hasibuan, 2016).  Perajin  batik  harus mampu  membaca  tren  pasar  yang  sedang  berkembang  saat  ini,  tidak  memasok produk  sejenis  secara  berlimpah,  tetapi  harus  mampu  mengembangkan  desain yang berbeda memiliki kekhasan terutama tidak saling meniru (Febrianti, 2013). Salah satu permasalah klasik pengembangan batik adalah warna batik masih monoton yang didominasi dengan warna gelap dan cenderung yaitu warna hitam atau coklat.

Pemasaran dan teknologi informasi
Selama ini perajin batik masih terkendala strategi pemasaran batik, karena kurang relasi. Jika mau batik semakin dikenal di tingkat nasional atau internasional, pemerintah harus semakin banyak memotori pameran batik. Lebih pas lagi jika peserta pameran cuma dikenakan sedikit biaya selama pameran. Pemerintah diharapkan bisa membantu promosi batik dengan mengadakan pameran rutin. Dengan demikian batik akan lebih dikenal oleh masyarakat (Anonim 1, 2011).
Dalam tataran praktis, strategi pemasaran  merupakan  faktor  penting yang digunakan    untuk mencapai keberhasilan semua   bidang   bisnis.   hal   ini   bermakna bahwa  kesuksesan  bisnis  dapat  juga  diukur dengan strategi   pemasaran   yang   semakin  baik. Strategi pemasaran yang  baik  salah satunya dapat ditingkatkan jika memanfaatkan  jaringan  bisnis internasional secara    proaktif    di mana    bisnis    mereka beroperasi ,   dan  juga mengikuti kebijakan yang  dilakukan  pemerintah .  Melalui  kreasi jaringan  bisnis,  mereka  dapat memperoleh keuntungan    yang    lebih    besar,  berbagi wawasan dan pengetahuan tentang pelanggan, dapat    memperoleh    intelejen pasar  yang  lebih  baik  yang  bermuara  pada timbulnya   kesadaran   merek   (brand)   serta pengakuan pelanggan   atas   produk-produk Batik yang berkualitas serta memperkenalkan produk dalam negeri (Rusnani dan Andini, 2014).
Proses globalisasi menyatakan secara tidak langsung, bahwa untuk tetap bisa kompetitif, industri kecil seharusnya menggunakan TI dalam tingkatan yang sesuai dengan ukuran perusahaan. Tanpa hal itu diyakini bahwa industri kecil akan tetap lemah dibandingkan dengan perusahaan besar dalam hal pemasaran, perdagangan, keterampilan manajerial, dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan suatu wadah untuk mempromosikan batik produksi UKM lewat E-Commerce dengan luas pemasaran tidak hanya lokal tetapi juga internasional.
E-Commerce batik sebenarnya sudah ada sperti batikmal.com, tetapi situs ini kurang mengakomodasi seluruh lapisan pedagang atau produsen batik terutama UKM. Setidaknya dapat mencontoh ALIEXPRESS, Marketplace online Cina, yang dapat mengadkomodasi semua kalangan pedagang bahkan pedagang kecil eceran.

Ongkos kirim ke luar negeri
Era globalisasi yang sedang berlangsung memberikan kesempatan kepada tiap negara untuk bersaing dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, dan sosial budaya dengan negara-negara lain. Salah satu bentuk persaingan sehat dalam bidang ekonomi tersebut adalah melalui perdagangan internasional. Perdagangan internasional merupakan aktivitas perdagangan yang melampaui batas-batas negara dimana di dalamnya terdapat aktivitas seperti ekspor dan impor. Pasar global terus terbuka bagi kemunculan produk-produk dari negara-negara lain. Globalisasi juga berperan dalam memberikan peluang bagi negara untuk meningkatkan pendapatan atau devisa negara maupun meningkatkan sector perekonomiannya melalui aktivitas perdagangan internasional. Perdagangan internasional bagi Indonesia mempunyai peran yang vital dan diharapkan dapat memberikan stimulus bagi pertumbuhan produksi domestik sehingga mampu menghasilkan ekspor secara berkelanjutan dan dalam jumlah yang signifikan (Mejaya, 2016).  Namun, para pengusaha UKM masih mengeluhkan biaya pengiriman untuk ekspor yang masih sangat mahal (Sugianto, 2015).
Bagi yang pernah mengirim barang ke luar negeri, atau minimal mengecek tarifnya  kalau pengiriman barang dari Indonesia ke luar negeri itu sangat mahal. Per kilogramnya bisa mencapai 200 hingga 400 ribu rupiah. Alhasil, banyak pebisnis kecil Indonesia yang sulit untuk memasarkan barang ke luar negeri karena mahalnya biaya kirim.  Hal itu berbanding terbalik dengan negara China. Negeri asal Jackie Chan itu justru memberikan kemudahan bagi UKM mereka yang ingin mengekspor barang ke luar negeri. Pemerintah memberikan subsidi dalam hal pengiriman barang ke luar negeri, bahkan ada pula yang digratiskan. Di negeri China, sebagian besar penduduknya adalah pengusaha. Apabila pasar mereka hanya untuk dalam negeri, maka dijamin -- persaingannya akan sangat ketat. Kemungkinan terburuknya bisa lebih banyak produsen ketimbang konsumen di China. Melihat hal tersebut, pemerintah China pun 'berinisiatif' untuk MEMPERLUAS PASAR bagi UKM-UKM mereka. Caranya adalah, dengan membuka pasar sampai ke luar negeri dengan cara ekspor. Kendala-kendala seperti biaya kirim, dan lain sebagainya semakin dipermudah oleh pemerintah. Jadi, persaingan bisnis para pengusaha China terasa lebih 'ringan' karena pangsa pasar yang teramat luas (seluruh dunia). Untuk jangka pendek, tentu saja pemerintah akan rugi. Berapa banyak biaya yang harus ditanggung pemerintah China setiap harinya -- ketika ekspor dari UKM membludak. Namun, kalau berbicara untuk jangka panjang -- strategi ini sangatlah bagus. Kemajuan perekonomian akan semakin terlihat, di mana akan banyak uang-uang dari negara lain yang masuk ke negara tersebut. Hal itu pun akhirnya terbukti dengan fakta yang terlihat di lapangan. Negara China dalam beberapa tahun terakhir 'menjelma' menjadi negara 'adidaya ketiga' setelah Amerika Serikat dan Rusia. Untuk segi perekonomian, negara China adalah yang paling besar pertumbuhannya di dunia (Anonim 3, 2016).

Berkurangnya tenaga pembatik
Menurut Winardi (1992), proses produksi  secara  tipikal  memerlukan  varietas  luas  macam-macam input, input tersebut  terdiri  dari  tenaga  kerja,  modal  ataupun  bahan  baku.  Tidak  jauh berbeda   dengan   pendapat   Winardi,   seorang   ekonom   lain   Mudidarsyah berpendapat  bahwa  (2009)  sumber daya  manusia,  modal  dan  teknologi menempati posisi yang amat strategis dalam mewujudkan tersedianya barang-barang dan jasa. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa produksi adalah proses  mengolah  barang  mentah  menjadi  barang  siap  jual,  untuk  melakukan proses tersebut dibutuhkan tenaga kerja, modal, peralatan serta bahan.
Tenaga pembatiklah yang merupakan faktor dominan dalam industri batik. Sesuai dengan tahapan dalam membatik, tenaga pembatik dapat dibedakan dari pekerjaannya yaitu pembatik pola (nglengkrengi), pembatik nerusi dan pembatik nembok. Nglengkrengi adalah proses awal dari pekerjaan membatik, dengan demikian pembatik nglengkrengi mempunyai peran yang sangat menentukan. Perkembangan industri batik dalam tahun-tahun belakangan ini cukup menggembirakan dengan ditandai booming batik sehingga permintaan kain batik meningkat dengan wilayah pemasaran yang semakin luas. Namun menghadapi masalah yang cukup berarti berupa semakin berkurangnya tenaga pembatik dari tahun ke tahun (Sutrisno, 2012)
Regenerasi tenaga ahli batik berkurang setelah usaha batik mengalami gulung tikar. Pembatik muda yang terampil dan memiliki pengalaman kini dirasakan kurang. Padahal permintaan  batik tulis tradisional semakin meningkat (Solihin, 2013).
Faktor   utama   penurunan   jumlah   tenaga   kerja   pembatik   ini   adalah meninggal  dunianya  para  pembatik  yang  sudah  berusia  lanjut (Aribawa, 2009).

Batik impor
Di  sektor  Tekstil  dan  Produk  Tekstil  (TPT),  serbuan  produk-produk  Cina berupa  kain  dan  garmen  sudah  mulai  dirasakan  oleh  pasar  dalam  negri  sejak  awal berlakunya  ACFTA.  Ancaman  ini dirasakan  oleh  industri  tekstil  besar  maupun Industri  Kecil  Menengah  karena  masyarakat  akan  cenderung lebih  memilih  tekstil dari  Cina  yang  harganya  relatif  murah.  Selama  ini  produk  kain  dan  garmen  yang berasal dari Cina  harganya  lebih  murah 15%-25% bila dibandingkan dengan produk dalam  negri. Selain  itu,  produk  pakaian  jadi  impor  asal  Cina  diakui  sejumlah pedagang   lebih  diminati   masyarakat  karena  kualitas  dan   modelnya   yang   lebih mengikuti  tren (Karina  dan  Nova cit. Herawati, 2010).
Dibukanya peluang impor batik oleh Pemerintah Indonesia, membuat para produsen batik lokal resah. Para produsen itu mengkhawatirkan harga impor yang lebih murah ketimbang produk lokal. Diketahui, produk impor asal Tiongkok menjadi salah satu pesaing yang dikeluhkan produsen batik lokal. Produk impor dari Tiongkok hanya berupa gulungan motif batik yang diaplikasikan. Beda dengan kain batik tulis asli Indonesia yang memang pakai proses pembuatannya. Masyarakat kebanyakan memilih impor karena lebih murah sehingga sangat mempengaruhi para produsen batik local (Al Hikam, 2016).
Oleh  karena  itu,  sektor  yang  paling  tidak  diuntungkan  adalah  usaha katun  seperti  tekstil  batik  katun.  Batik  Cina  dan  batik  lokal  hampir  tidak  bisa dibedakan  karena  beberapa  batik   yang  bahannya  dari  sutra  Cina  bahkan  telah menggunakan label Indonesia (Herawati, 2010).
Sedangkan   keadaan   di   Indonesia   menurut   Mari   Elka   Pangestu   dalam wawancara dengan Media Indonesia pada 23 Februari 2010, produk  Indonesia  kalah  bersaing  dengan  produk  Cina disebabkan infrastruktur yang tidak memadai, tingginya bunga kredit, banyaknya pungutan liar, mayoritas  industri  di  Indonesia  merupakan  industri  kecil  dan  menengah dengan kapasitas produksi yang kecil sehingga biaya produksinya menjadi mahal, dan produktivitas SDM relatif rendah (Putra, 2012).
Apabila kita melihat keadaan antara Indonesia dan Cina maka banyak faktor yang  menguntungkan  pihak  Cina  sehingga  biaya  produksi  produk-produk  Cina menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan biaya produksi produk-produk Indonesia,  karena  perbedaan  kondisi  tersebut  menyebabkan  produk-produk  Cina termasuk  batik  Cina  bisa  dijual  dengan  harga  yang  lebih  murah  dibandingkan produk-produk Indonesia (Putra, 2012).
Seperti diketahui, lebih murahnya barang-barang Cina dibanding barang hasil industri dalam negeri dikhawatirkan merebut pasar dalam negeri (umumnya barang-barang tekstil dan hasil produksinya), karena bukan hanya konsumen yang akan beralih pada produk Cina tapi juga para pedagang karena modal yang dikeluarkannya akan lebih sedikit. Pemerintah Cina melakukan kebijakankebijakan dalam membantu memajukan industrinya, kebijakan tersebut di antaranya yaitu pembiayaan perbankan seperti memberikan kredit dengan bunga rendah untuk pelaku industri atau pengusaha merupakan faktor utama pendorong kelancaran bergulirnya kegiatan industri, selain itu pemerintah Cina juga berusaha memposisikan diri sebagai pelayan yang menyediakan segala kebutuhan sarana dan prasarana menyangkut kegiatan industri. Mulai dari pengurusan surat izin usaha yang dapat diperoleh dengan mudah, hingga penyediaan infrastuktur penunjang guna meningkatkan ekspor seperti jalan raya, pelabuhan angkut, dan ketersediaan tenaga listrik (Mubarok, 2013).
Meskipun batik merupakan hasil kreasi anak bangsa yang kental dengan budaya tetapi tidak mudah untuk memasyarakatkan penggunaan batik berdasarkan kualitas dan nilai nasionalisme. Kenyataannya masyarakat konsumen dihadapkan pada pilihan produk batik impor yang lebih murah harganya dengan kualitas di bawah produk nasional (Al Husain, 2015).

Pendidikan dan kemampuan manajemen
Perkembangan perusahaan batik yang dikelola dengan teknologi dan manajemen modern mulai menguasai perekonomian kota dan perlahan mulai mengalahkan perekonomian tradisional. Persaingan antara tradisi dan modernisasi diposisikan sebagai persaingan uang tidak seimbang. Batik tradisi dikerjakan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan pengerjaan batik printing. Sementara itu, teknologi printing batik dapat mencetak batik dalam waktu yang cepat dan jumlah yang besar dengan kualitas yang tidak kalah dibanding batik tradisi.
Orang yang tidak mengalami pendidikan atau pelatihan bisnis, diperkirakan akan segera bangkrut karena kalah bersaing dengan bisnis modern. Cara berdagang tradisional yang tidak memiliki  catatan  tentang sirkulasi uang dan jumlah oplah batik yang diperjualbelikan, tidak dievaluasi perkembangan kegiatan dagang itu, menyebabkan kegaiatan berdagang itu hanay sebatas menjalankan sebauah kebiasaan (tradisi) yang berjalan secara tetap. Karena perkembangan ilmu dan teknologi, orang mengembangkan cara manajemen perdagangan dan teknologi produksi secara tercatat dan terukur sehingga setiap kegiatan mendapat control kemajuan yang dapat dievaluasi. Dalam kondisi itulah, orang-orang terdidik memegang peranan penting untuk mengantisipasi persoalan dengan cara memperbaiki sistem pemasaran. Dan akhirnya perusahan batik tardisional kalah bersaing berhadapan dengan teknologi dana manajemen modern. Batik tradisional hanya menjadi sanggan, hanya menjadi bagian dari system manajemen dan teknologi modern (Salam, 2016).

Bahan baku batik
Revisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 53/M-DAG/PER/7/2015 yang memperketat impor tekstil dan produk pekstil (TPT) batik dan TPT motif batik harus diimbangi aturan yang memudahkan perajin dalam mendapatkan bahan baku. Soalnya, tingginya harga bahan baku saat ini juga menyulitkan para perajin. Saat ini kurs dolar yang tinggi juga menjadi kendala bagi perajin karena bahan baku masih harus impor. Soalnya produksi kain, benang dan bahan pewarna dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan para perajin baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Hadriansyah, 2015). Penghasil bahan baku  kurang berminat mengalokasikan gondorukem berkualitas baik untuk kebutuhan dalam negeri. Perum Perhutani cenderung mengekspor gondorukem berkualitas bagus ke luar negeri (Prasetya, 2011).
Harga batik dengan pewarna alam dibanderol mulai Rp 150 ribu hingga Rp 10 juta. Masalahnya bahan baku pewarna alam di Daerah Istimewa Yogyakarta kurang mencukupi. MEA akan mendorong perajin batik untuk beralih ke pewarna alam. Di Yogyakarta, belum ada budi daya tanaman untuk pewarna alam batik, misalnya kulit jolawe, yang banyak didatangkan dari Jawa Timur.  Di Yogyakarta, rata-rata perajin batik pewarna alam banyak menggunakan tanaman indigofera. Persediaan bahan baku pewarna alam kurang. Perajin belum siap memenuhi kebutuhan MEA. Turis banyak meminati batik pewarna alam yang lebih aman dari pewarna zat kimia. Zat kimia berbahaya karena menyebabkan kanker. Sejak 1995, zat kimia dilarang melalui konferensi di Jenewa (Maharani, 2016).

Masalah limbah
Industri batik cenderung tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadahi, sehingga alternatif untuk pembuangan limbah cair tersebut dialirkan ke badan sungai dan mencemari sungai. Apabila terjadi kerusakan salah satu komponen lingkungan, maka akan mempengaruhi komponen lain. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan  (interdependency) dalam lingkungan hidup (Nico, 2015).
Industri  batik  merupakan  industri  yang  sangat  potensial  untuk  dikembangkan.  Berawal  dari  metode sederhana,  yaitu  menggambar  dengan canting   dan  mencelupkan  dalam  pewarna,  batik  cap  dengan  cara  dicap  pada  cetakan  sampai  produksi  masal  dengan  mesin  modern.  Dalam  pembuatan  batik,  dari  proses  awal  hingga proses penyempurnaan diindikasikan menggunakan bahan kimia yang mengandung unsur logam berat, sehingga bahan  buangannya  juga masih mengandung    unsur logam  berat tersebut.  Apabila  bahan  buangan  tersebut  tidak diolah dengan baik, maka bahan buangan tersebut dapat mencemari lingkungan (Tresna, 2010).
Hal   ini   disebabkan   oleh   penggunaan  bahan-bahan  kimia  dan  zat  warnadalam  proses  produksi  batik.  Bahan  kimia  yang  digunakan  antara  lain  Soda  Kostik  (NaOH),    Soda  Abu  (Na2CO3),  Soda  Kue  (NaHCO3),  Asam  Sulfat  (H2SO4),  Sulfid,  nitrit  dan  Teepol,  sedangkan zat warna yang digunakan antara lain zat warna asam, zat warna basa, zat warna direk, zat warna reaktif, zat warna naftol dan zat warna bejana. Apabila air limbah dibuang ke media lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama ekosistem perairan (Kurniawan et. al., 2013).
Sumber  logam  berat  krom  (Cr) dan timbal (Pb) yang bersifat toksis, berasal  dari  zat  pewarna  (CrCl3,  K2Cr2O7) maupun   berasal   dari   zat   mordan   yaitu merupakan  pengikat  zat  warna  meliputi Cr(NO3)2    dan    PbCrO4  (Suharty cit. Murniati et. al., 2015). Keberadaan  logam  berat  Cr  dan  timbal Pb  dalam  limbah  cair  batik  yang  dibuang ke  badan  sungai  dapat  menjadi  masalah yang  serius  mengingat  kedua  logam  berat  ini  bersifat  toksik.  Krom  dalam  tubuh  biasanya  berada  dalam  keadaan  sebagai  ion Cr3+.  Krom  dapat  menyebabkan  kanker paru-paru,  kerusakan  hati  (liver)  dan  ginjal. Jika terjadi kontak dengan kulit, dapat menyebabkan  iritasi  dan  jika  tertelan  dapat  menyebabkan  sakit  perut  dan  muntah. Sedangkan  timbal  dapat  masuk  ke  dalam tubuh  manusia  melalui  pernafasan,  pemaparan  maupun  saluran  pencernaan.  Lebih kurang  90%  partikel  timbal  dalam  asap atau  debu  halus  di  udara  dihisap  melalui saluran  pernafasan.  Penyerapan  di  usus mencapai 5 – 15% pada orang dewasa dan pada  anak-anak  lebih  tinggi  yaitu  sebesar 40% dan akan menjadi lebih tinggi apabila kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya (Harvian cit. Murniati et. al., 2015). Selain itu, zat warna sintetik, dapat menghasilkan beragam warna, lebih tahan lama dan kestabilan warnanya lebih tinggi sehingga dinilai lebih praktis daripada zat warna alami. Limbah zat warna sintetik ini tergolong non-biodegradabel, bersifat karsinogenik bahkan zat warna sintetik tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya mutasi (Mathur et. al., 2005).

Sedikit saran
Mengingat Batik sudah menjadi ikon Indonesia di kancah   internasional   maka   menjadi   hal   penting   bagi pemerintah  untuk  membantu  melestarikan  budaya  yang sudah   diakui   tersebut.   Dinas   terkait   yang   menjadi pendukung  dalam  pengelolaan  UMKM  khususnya  Batik (Mayangsari, 2015). Pihak pemerintah khususnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan hendaknya ikut mengusahakan penetapan suatu kebijakan pemerintah atau strategi-strategi yang mempengaruhi perkembangan industri batik dalam usaha dapat menubuhkembangkan perekonomian daerah (Siswanti, 2007).
Bagi para pengrajin batik  agar mendirikan atau mengembangkan kelompok paguyuban batik. Dalam hal ini memang dibutuhkan peranan dari semua pengrajin dalam mengkoordinasi pengrajin batik yang ada, sehingga mereka kembali mempunyai wadah untuk memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi secara bersama-sama. Selain itu juga harus berani mengambil resiko untuk lebih kreatif menciptakan ide-ide baru dalam mengembangkan usaha mereka sehingga kesejahteraan sosial para pengrajinnya juga meningkat. Karena jika mau melihat peluang dan kelompok bisa dikelola dengan baik,maka tidak mustahil jika pengrajin batik akan berkembang dan mempunyai inovasi dalam produksi batiknya (Setiawan, 2016).



DAFTAR PUSTAKA

Al Hikam, H. A. 2016. Batik Impor Serbu Pasar Konsumen Indonesia. http://tahuberita.com/nasional/batik-impor-serbu-pasar-konsumen-indonesia/. Diakses tanggal 8 Oktober 2016.

Al Husain, A. S. 2015. Kendala dan Upaya Pengembangan Industri Batik di Surakarta Menuju Standardisasi. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 6, No. 2 :  199-213.


Anonim 2. 2015. Nilai Tukar Dolar Naik Jadi Kendala Pemasaran Batik. http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/nilai-tukar-dolar-naik-jadi-kendala-pemasaran-batik/. Diakses tanggal 7 September 2016.

Anonim 3. 2016. Impor Dari China: Biaya Kirim Lebih Murah, Bahkan Ada yang Gratis. http://www.onlenpedia.com/2016/01/impor-dari-china-biaya-kirim-lebih.html. Diakses tanggal 8 Oktober 2016.

Aprinus, S. 2016. Sastra Negara dan Perubahan Sosial. Pusat Studi Kebudayaan UGM. Yogyakarta.

Aribawa, Y. P. 2009. Analisis Tenaga Kerja Industri Batik Tulis Lasem di Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang. Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Ernawati, J. dan L. Hasibuan. 2016. Pesan Obin Si Tukang Kain untuk Pengrajin Batik. http://life.viva.co.id/news/read/831860-pesan-obin-si-tukang-kain-untuk-pengrajin-batik. Diakses tanggal 9 Oktober 2016.

Febrianti, R. A. M. 2013. Inovasi Produk yang konsisten berpengaruh terhadap perkembangan Nilai Pelanggan Batik Sutera (Penelitian terhadap Sentra Batik Sutrera di Desa Gumawang, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan). http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4266/MKT%2088-R.%20ADJENG%20MARIANA%20FEBRIANTI.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 9 Oktober 2016.

Hadriansyah, H. 2015. Perajin Harapkan Bisa Mudah Peroleh Bahan Baku. <http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2015/10/27/347631/perajin-harapkan-bisa-mudah-peroleh-bahan-baku>. Diakses tanggal 7 Oktober 2015.

Herawati, V. 2010. Analisis Pengaruh Asean China Free Trade Agreement (Acfta) terhadap Kinerja Keuangan Yang Dilihat Dari Penjualan Pada Ukm Tekstil Di Pekalongan. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Kurniawan, M. W.,  Purwanto, dan Sudarno. 2013. Kajian Pengelolaan Air Limbah Sentra Industri Kecil  dan Menengah Batik dalam Perspektif Good Governance di Kabupaten Sukoharjo. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013.

Maharani, S. 2016. Minim Bahan Baku, Pembatik Pewarna Alam Kesulitan Hadapi MEA. https://m.tempo.co/read/news/2016/05/12/090770543/minim-bahan-baku-pembatik-pewarna-alam-kesulitan-hadapi-mea. Diakses tanggal 7 Oktober 2016.

Mathur, N., P. Bhatnagar, dan P. Bakre, 2005, Assessing Mutagenicity of Textile Dyes From Pali (Rajasthan) Using Ames Bioassay, Applied Ecology and Environmental Research  Vol. 4 No. 1 : 111-118.

Mayangsari, A. 2015. Dampak Pemberdayaan Pengrajin Batik oleh DISKOPERINDAG Dan ESDM terhadap Peningkatan Kesejahteraan UMKM Batik Jetis Sidoarjo. Kebijakan dan Manajemen Publik Vol. 3 No. 3 : 293-298.

Mejaya, A. S. 2016. Pengaruh Produksi, Harga Internasional, dan Nilai Tukar terhadap Volume Ekspor (Studi pada Ekspor Global Teh Indonesia Periode Tahun 2010-2013). Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 35 No. 2 : 20-29.

Mubarok, A. 2013. Dampak Produk Batik Cina terhadap Ketahanan Ekonomi Keluarga Pengrajin Batik Lokal (Studi di Kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan). Tesis. Program Studi Ketahanan Nasional. Sekola PascaSarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Mudidarsyah  Sinungan,  Drs.  (2009).  Produktifitas  Apa  dan  Bagaimana.  PT. Bumi Aksara.
Murniati, T., Inayati, dan M. S. Budiastuti. 2015. Pengelolaan    Limbah    Cair    Industri Batik    dengan    Metode    Elektrolisis sebagai     Upaya     Penurunan     Tingkat Konsentrasi   Logam   Berat   di   Sungai Jenes, Laweyan, Surakarta. Jurnal EKOSAINS Vol. 7 No. 1 : 77-83.

Nico, T. A. A. 2015. Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Pencemaran Limbah Industri Batik. Kasus: Kali Jenes, Kota Surakarta, Provinsi Jawa tengah. Tesis. Sekolah PascaSarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ningsih, D. N. 2015. Dampak Ekonomi Ekspor Perdagangan Batik Indonesia ke Amerika Serikat Tahun 2010-2014. Jom FISIP Vol. 2 No. 2 : 1-15.

Pradito, D., H. Jusuf, dan S. K. Atik. 2010. The Dancing Peacock : Colours & Mtifs of Priangan Batik. PT Gramedia. Jakarta.

Prasetya, D. 2011. Berbagai masalah masih menghantui industri batik untuk jadi industri unggulan. http://industri.kontan.co.id/news/berbagai-masalah-masih-menghantui-industri-batik-untuk-jadi-industri-unggulan--1. Diakses tanggal 7 Oktober 2016.

Prasetyo, A. H. 2010. Sukses Mengelola Keuangan Usaha Mikro Kecil Menengah (Indonesian Edition). PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Putra, E. A. 2012. Analisis  Pengaruh Implementasi Asean-China Free Trade Agreement  (ACFTA) terhadap Perkembangan Usaha Industri Batik (Studi Kasus di Sentra Industri Batik Pesindon dan Kauman, Kota Pekalongan). Skripsi. Fakultas Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Rusnani dan I. Y Andini, 2014. Strategi Pemasaran Batik Madura dalam Menghadapi Pemasaran Global. Jurnal “PERFORMANCE”   Bisnis  &  Akuntansi   Vol. 4 No. 2 : 14-25.

Setiadi, I. B. 2013. Batik Madura. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Jakarta.

Setiawan, M. I. 2016. Dinamika Kemitraan Industri Batik di DIY ( Studi Peran dan fungsi Kemitraan terhadap Dalam Menjaga Eksistensi dan regenerasi perajin batik di DIY ). Skripsi. Jurusan Pembangunan Sosial Dan Kesejahteraan. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Siswanti. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Batik di Kawasan Sentra Batik Laweyan Solo. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Solihin, E. 2013. Cirebon Kekurangan Tenaga Pembatik. http://sulteng.antaranews.com/berita/9072/cirebon-kekurangan-tenaga-pembatik. Diakses tanggal 7 September 2016.

Sugianto, D. 2015. Pengusaha E-Commerce Ungkap Mahalnya Kirim Barang ke Luar Negeri. <http://economy.okezone.com/read/2015/09/14/320/1214047/pengusaha-e-commerce-ungkap-mahalnya-kirim-barang-ke-luar-negeri>. Diakses tanggal 8 Oktober 2016.

Suhartini dan E. Yuliawati. 2014. Analisis Value Chain untuk Peningkatan Daya Saing Produk Batik. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI. Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014.

Sutrisno. 2012. Tinjauan Sosial terhadap Berkurangnya Tenaga Pembatik pada Industri Batik. Journal of Economic Education Vol. 1 No.1 : 90-95.

Tresna, D. P. 2010. Identifikasi Unsur dan Kadar Logam Berat pada Limbah Pewarna Batik dengan Metode Analisis Pengaktifan Neutron. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi TELAAH  Vol. 27 :  22-27.                                                      

Winardi, Prof. (1992). Ekonomi Mikro. Mandar Maju. Bandung.

Yohanes, C. H. dan R. Indriyani. 2013. Peranan Inovasi Produk terhadap Kinerja Pemasaran Batik Tanjung Bumi Ibu Haji Masud. AGORA Vol. 1 No. 1 : 1-12.
Share on Google Plus

About Unknown

Aku hanya seorang biasa. Tapi punya rasa. Dibilang biasa juga gak papa. Yang penting bermanfaat buat semua

1 komentar :

  1. terimakasih atas informasinya yang bermanfaat. semoga kita bisa melestarikan batik yang merupakan salah satu warisan leluhur kita..
    Aplikasi Kasir dan Stok Barang

    ReplyDelete